Kisah Hidup Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama RI yang Sederhana

Awal Kehidupan Mohammad Hatta

UNESCO – Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatra Barat, dengan nama lengkap Mohammad Athar. Ia tumbuh di lingkungan keluarga Minangkabau yang taat agama dan menjunjung tinggi pendidikan. Ayahnya, Haji Muhammad Djamil, wafat saat Hatta berusia delapan bulan. Sejak kecil, Hatta diasuh oleh ibunya, Siti Saleha, dan kakeknya yang mendukung penuh pendidikannya.

Minat Mohammad Hatta terhadap ilmu pengetahuan terlihat sejak dini. Ia gemar membaca buku dan surat kabar, bahkan ketika usianya masih belia. Hal ini membuatnya memiliki wawasan luas, terutama mengenai politik, ekonomi, dan pergerakan nasional yang mulai berkembang di Hindia Belanda.

Pendidikan dan Minat Intelektual

Mohammad Hatta menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (ELS) di Bukittinggi, kemudian melanjutkan ke MULO Padang dan Prins Hendrik School di Batavia. Ketekunannya membuatnya diterima di Handels Hoogeschool di Rotterdam, Belanda, pada 1921.

Di Belanda, Mohammad Hatta mempelajari ekonomi dan keuangan. Namun, kehidupannya tidak hanya berfokus pada kuliah. Ia aktif mengikuti diskusi, menulis artikel, dan memimpin Perhimpunan Indonesia (PI)—organisasi mahasiswa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan.

Hatta mengarahkan PI menjadi organisasi politik yang menuntut kemerdekaan penuh. Ia menolak kompromi yang hanya memberikan otonomi terbatas. Pandangannya tegas: kemerdekaan adalah harga mati.

Aktivisme Politik dan Penangkapan

Pada 1927, Mohammad Hatta dan beberapa rekannya ditangkap oleh pemerintah Belanda karena aktivitas politiknya. Mereka diadili dalam kasus yang dikenal sebagai Kasus Perhimpunan Indonesia.

Di pengadilan, Hatta menyampaikan pidato pembelaan berjudul “Indonesia Vrij” (Indonesia Merdeka). Pidato ini berisi analisis mendalam tentang penindasan kolonial dan pentingnya kemerdekaan bagi bangsa. Hatta akhirnya dibebaskan, tetapi sejak saat itu ia semakin diawasi oleh pemerintah kolonial.

Kembali ke Tanah Air dan Masa Pembuangan

Sekembalinya ke Indonesia pada 1932, Hatta aktif di Partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) bersama Sutan Sjahrir. Aktivitasnya membuat ia kembali ditangkap dan diasingkan ke Boven Digoel pada 1934, lalu dipindahkan ke Banda Neira.

Masa pembuangan justru menjadi periode produktif bagi Mohammad Hatta . Ia banyak menulis buku dan artikel tentang ekonomi kerakyatan, demokrasi, dan koperasi. Hatta percaya bahwa sistem koperasi adalah cara paling adil untuk menyejahterakan rakyat karena mengutamakan gotong-royong dan pemerataan.

Peran Kunci dalam Proklamasi Kemerdekaan

Ketika Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Mohammad Hatta menjadi tokoh penting dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Bersama Soekarno, ia diculik oleh kelompok pemuda ke Rengasdengklok untuk mendesak proklamasi segera.

Pada 17 Agustus 1945, Hatta mendampingi Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Jakarta. Sejak saat itu, Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden pertama Republik Indonesia.

Kiprah Sebagai Wakil Presiden

Sebagai Wakil Presiden, Mohammad Hatta berperan besar dalam diplomasi internasional. Ia mewakili Indonesia dalam perundingan dengan Belanda, termasuk Perjanjian Linggarjati (1946) dan Perjanjian Renville (1948).

Pada 1948, Hatta juga menjadi Perdana Menteri dan memimpin Kabinet Hatta. Masa pemerintahannya dianggap sukses menjaga stabilitas negara, meski menghadapi Agresi Militer Belanda II.

Pemikiran Ekonomi: Bapak Koperasi

Mohammad Hatta dijuluki Bapak Koperasi Indonesia. Ia melihat koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk melawan ketidakadilan kapitalisme kolonial.

Pada 12 Juli 1947, ia mencetuskan Hari Koperasi Nasional, mendorong berdirinya ribuan koperasi di seluruh Indonesia. Pemikirannya tentang ekonomi kerakyatan menjadi dasar pasal 33 UUD 1945 yang menekankan pengelolaan sumber daya untuk kemakmuran rakyat.

Kehidupan Pribadi yang Sederhana

Hatta dikenal sebagai pemimpin yang jujur dan bersih. Ia menolak menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri. Bahkan setelah pensiun, ia tidak memiliki rumah pribadi sehingga pemerintah menghadiahkannya sebuah rumah. Kesederhanaannya menjadi teladan bagi generasi penerus.

Mengundurkan Diri dari Jabatan Wakil Presiden

Pada 1956, Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden karena perbedaan pandangan politik dengan Presiden Soekarno. Setelah itu, ia lebih banyak menulis, mengajar, dan memberikan ceramah tentang demokrasi dan ekonomi kerakyatan.

Masa Akhir Kehidupan dan Penghormatan

Mohammad Hatta wafat pada 14 Maret 1980 di Jakarta. Pemerintah memberikan penghormatan kenegaraan dan menetapkannya sebagai Pahlawan Proklamator bersama Soekarno.

Namanya diabadikan di berbagai tempat penting, seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Universitas Bung Hatta di Padang, dan berbagai gedung koperasi di seluruh Indonesia.

Warisan Pemikiran dan Inspirasi

Warisan Hatta tidak hanya terbatas pada kemerdekaan Indonesia, tetapi juga pada pemikiran tentang:

  • Demokrasi yang sehat: mengedepankan check and balance dalam pemerintahan.
  • Ekonomi kerakyatan: menolak monopoli, mendukung pemerataan kekayaan.
  • Pendidikan karakter: mendorong generasi muda untuk berpendidikan tinggi namun tetap rendah hati.

Mohammad Hatta, Negarawan Berintegritas

Mohammad Hatta adalah contoh sempurna seorang negarawan: cerdas, visioner, dan bersih. Ia memperjuangkan kemerdekaan tanpa pamrih, memikirkan masa depan bangsa, dan mendorong terciptanya sistem ekonomi yang adil.

Warisan Hatta tetap relevan hingga kini, terutama dalam memperkuat demokrasi dan membangun ekonomi kerakyatan. Kisah hidupnya menjadi pengingat bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang menomorsatukan kepentingan rakyat di atas segalanya.