UNESCO – Novel Baswedan lahir di Semarang pada 22 Juni 1977 dari keluarga yang dikenal religius dan berpendidikan. Ia adalah sepupu Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan dan Gubernur DKI Jakarta. Sejak kecil, Novel dikenal sebagai pribadi yang disiplin, tekun belajar, dan memiliki jiwa kepemimpinan.
Lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol), Novel Baswedan memilih jalur karier di kepolisian. Kecerdasannya membuat ia ditempatkan di satuan reserse yang menangani kasus-kasus kriminal besar.
Perjalanan Karier: Dari Polisi ke Penyidik KPK
Novel memulai kariernya di kepolisian dan dikenal sebagai penyidik yang profesional. Pada 2007, ia resmi bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keputusan ini menjadi titik penting dalam hidupnya, karena di KPK lah ia menangani kasus-kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Beberapa kasus besar yang ditangani Novel Baswedan:
- Kasus Korupsi Simulator SIM (2012): menjerat Irjen Djoko Susilo.
- Kasus Korupsi e-KTP: melibatkan sejumlah pejabat DPR, termasuk Setya Novanto.
- Kasus Suap PLTU Riau-1: menyeret pengusaha dan politisi tingkat nasional.
- Kasus suap Bupati Buol: yang memicu ketegangan antara KPK dan Polri.
Ketekunan Novel membuatnya sering berhadapan dengan pihak-pihak berpengaruh. Tekanan dan ancaman terhadap dirinya pun kerap datang.
Kasus Penyiraman Air Keras: Peristiwa yang Menggemparkan
Puncak cobaan dalam hidup Novel terjadi pada 11 April 2017. Saat berjalan pulang usai salat subuh di dekat rumahnya, ia disiram air keras oleh dua pelaku yang mengendarai motor. Serangan itu merusak kedua matanya, membuatnya harus menjalani perawatan panjang di Singapura selama berbulan-bulan.
Kasus ini memicu gelombang solidaritas publik:
- Dukungan dari masyarakat sipil: ribuan orang mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut.
- Reaksi dari KPK: pimpinan KPK mengecam serangan dan menyebutnya sebagai teror terhadap pemberantasan korupsi.
- Tekanan internasional: lembaga HAM dan organisasi antikorupsi dunia meminta pemerintah melindungi penyidik KPK.
Pada 2020, dua pelaku yang merupakan anggota kepolisian akhirnya divonis dua tahun penjara. Vonis ini menuai kritik karena dianggap terlalu ringan dan tidak menyentuh aktor intelektual di balik serangan.
Kritik terhadap Pelemahan KPK
Novel Baswedan dikenal sebagai suara kritis dalam mempertahankan independensi KPK. Ia menolak revisi Undang-Undang KPK pada 2019 yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah.
Ketika pemerintah dan DPR tetap mengesahkan revisi UU KPK, Novel bersama pegawai lainnya memperingatkan akan adanya dampak terhadap efektivitas pemberantasan korupsi. Kekhawatiran ini terbukti ketika muncul Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Novel dinyatakan tidak lolos TWK dan diberhentikan pada 2021. Keputusan ini menuai protes publik karena dianggap sebagai cara sistematis untuk menyingkirkan penyidik-penyidik yang kritis.
Aktivitas Pasca-KPK
Meski tidak lagi di KPK, semangat Novel untuk melawan korupsi tidak padam. Ia bersama 56 mantan pegawai KPK mendirikan IM57+ Institute, sebuah lembaga yang fokus pada advokasi antikorupsi dan penegakan hukum.
Novel Baswedan juga aktif memberikan edukasi publik melalui seminar, wawancara media, dan diskusi tentang pentingnya integritas aparat penegak hukum. Ia sering mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi adalah tugas bersama, bukan hanya lembaga tertentu.
Pemikiran dan Prinsip Hidup
Novel Baswedan memiliki pandangan tegas tentang pentingnya hukum yang independen. Beberapa prinsip yang selalu ia pegang:
- Keadilan Tidak Bisa Ditawar: semua orang harus sama di mata hukum.
- Integritas adalah Kunci: penyidik harus bersih dari kepentingan politik atau bisnis.
- Transparansi: proses hukum harus terbuka untuk mencegah intervensi.
- Dukungan Publik: rakyat harus ikut mengawasi proses hukum agar tidak dimanipulasi.
Dampak Sosial dan Inspirasi
Perjuangan Novel Baswedan memberi dampak besar bagi kesadaran publik. Ia menjadi simbol bahwa melawan korupsi bisa berisiko, tetapi penting demi masa depan bangsa. Banyak generasi muda menjadikannya teladan keberanian.
Bahkan setelah tidak lagi menjabat, Novel terus menjadi referensi ketika publik membicarakan integritas penegak hukum. Namanya identik dengan keberanian menghadapi tekanan demi tegaknya keadilan.
Penghargaan yang Pernah Diterima
Atas keberaniannya, Novel Baswedan menerima berbagai penghargaan dari organisasi nasional dan internasional, di antaranya:
- Penghargaan dari ICW (Indonesia Corruption Watch) sebagai tokoh antikorupsi.
- Pengakuan dari lembaga HAM internasional atas keberaniannya menghadapi ancaman.
- Apresiasi publik melalui aksi solidaritas yang berlangsung setiap tahun mengenang serangan terhadap dirinya.
Novel Baswedan, Simbol Integritas dan Keteguhan
Novel Baswedan bukan hanya seorang penyidik, tetapi juga pejuang yang memperlihatkan arti sesungguhnya dari integritas. Meski diserang, dikriminalisasi, dan disingkirkan, ia tetap berdiri tegak memperjuangkan pemberantasan korupsi.
Kisahnya mengajarkan bahwa perlawanan terhadap korupsi bukan hanya tugas KPK, melainkan perjuangan bersama seluruh rakyat Indonesia. Novel Baswedan menjadi simbol bahwa keadilan harus diperjuangkan, bahkan ketika risiko yang dihadapi sangat besar.