Latar Belakang dan Kehidupan Awal
UNESCO – Mohammad Riza Chalid lahir pada 1960 dari keluarga keturunan Arab-Indonesia. Sejak muda, ia sudah akrab dengan dunia perdagangan dan bisnis energi. Berkat jaringan luas dan kemampuan membangun relasi, Riza tumbuh menjadi sosok yang sangat berpengaruh di sektor migas Indonesia.
Karier bisnisnya dimulai dengan menjalin koneksi ke perusahaan minyak luar negeri yang memasok kebutuhan energi nasional. Dari sinilah, namanya kemudian melejit dan ia mendapat julukan “Gasoline Godfather” atau “Raja Migas Indonesia.”
Kerajaan Bisnis Riza Chalid
Riza dikenal memiliki jaringan bisnis yang sangat luas, terutama di sektor migas. Ia pernah terlibat dalam bisnis impor minyak melalui perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan Pertamina. Petral (Pertamina Energy Trading Limited) menjadi salah satu pintu utama peranannya di industri migas nasional.
Omzet bisnis yang dikendalikan Riza disebut mencapai puluhan miliar dolar AS per tahun. Selain migas, ia juga merambah sektor lain, seperti perkebunan kelapa sawit, industri minuman, properti, pendidikan, hingga hiburan. Ia mendirikan sekolah internasional dan ikut serta dalam menghadirkan pusat hiburan edukatif untuk anak di Indonesia.
Menurut sejumlah sumber, total kekayaan Riza Chalid sempat ditaksir lebih dari 400 juta dolar AS, menempatkannya dalam daftar orang terkaya di Indonesia.
Kehidupan Pribadi dan Keluarga
Riza menikah dengan Roestriana Adrianti atau yang dikenal dengan nama Uchu Riza pada 1985. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua anak: Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina. Namun, rumah tangganya berakhir dengan perceraian pada 2012.
Anaknya, Muhammad Kerry, kemudian ikut menjadi sorotan publik setelah juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah Pertamina 2025. Hal ini semakin memperkuat citra bahwa keluarga Riza tidak lepas dari lingkaran bisnis migas yang penuh kontroversi.
Jejak Kontroversi Riza Chalid
Skandal “Papa Minta Saham”
Nama Riza Chalid sempat mencuat ke publik pada 2015 dalam kasus “Papa Minta Saham” yang menyeret sejumlah tokoh besar terkait perpanjangan kontrak tambang Freeport. Meski kasus itu akhirnya tidak berujung pada vonis pidana, nama Riza telanjur lekat sebagai tokoh bisnis di balik layar yang punya akses langsung ke elit politik dan kekuasaan.
Dugaan Mark-Up dan Politik Energi
Riza juga pernah disebut-sebut dalam berbagai isu mark-up harga impor minyak, pengadaan pesawat tempur, dan relasi bisnis-politik yang melibatkan pejabat tinggi. Meski tidak semua terbukti di pengadilan, jejak ini membangun reputasi dirinya sebagai pengusaha yang selalu berada dalam pusaran politik energi nasional.
Kasus Korupsi Pertamina 2025
Skandal Migas Terbesar
Pada 2025, Kejaksaan Agung menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka kasus korupsi terkait impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina. Kasus ini disebut-sebut sebagai skandal korupsi migas terbesar dalam sejarah Indonesia, dengan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah.
Skema yang diduga dijalankan adalah manipulasi harga, mark-up biaya impor, serta permainan kontrak yang menguntungkan perusahaan-perusahaan tertentu. Riza, dengan jejaring bisnisnya, disebut berperan penting dalam alur tersebut.
Keterlibatan Keluarga
Tidak hanya Riza, anaknya Muhammad Kerry Adrianto juga ikut ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini memperlihatkan bagaimana bisnis keluarga mereka memiliki keterikatan erat dengan dunia migas, sekaligus menambah kompleksitas kasus hukum yang sedang berjalan.
Status Buronan
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Riza Chalid beberapa kali dipanggil penyidik namun tidak pernah hadir. Tiga kali mangkir dari panggilan, Kejaksaan kemudian menetapkannya sebagai buronan atau DPO (Daftar Pencarian Orang). Red Notice juga diajukan melalui Interpol agar keberadaannya bisa dilacak di luar negeri.
Reaksi Publik dan Dampak Politik
Kasus ini memicu kegemparan publik. Pertamina, sebagai perusahaan energi negara, menjadi sorotan tajam karena dugaan adanya permainan kotor yang merugikan rakyat. Aktivis antikorupsi menuntut agar kasus ini dibongkar tuntas hingga ke akar-akarnya.
Pemerintah dan aparat hukum mendapat tekanan besar agar tidak main-main dalam mengusut kasus ini. Transparansi dan akuntabilitas Pertamina kembali dipertanyakan, sementara citra BUMN energi terbesar Indonesia itu tercoreng di mata publik.
Dari sisi politik, kasus Riza Chalid memperlihatkan bagaimana dunia bisnis energi kerap bersinggungan dengan kekuasaan. Banyak pihak mendesak agar skandal ini menjadi momentum reformasi besar-besaran dalam tata kelola migas Indonesia.
Citra “Gasoline Godfather”
Julukan “Gasoline Godfather” yang melekat pada Riza Chalid mencerminkan betapa besarnya pengaruh dirinya di industri minyak Indonesia. Ia digambarkan sebagai sosok yang bisa mengatur jalur impor, menentukan harga, hingga memengaruhi kebijakan energi melalui jejaring bisnis dan politik.
Namun, citra tersebut kini berbalik menjadi beban. Dari seorang pengusaha kaya raya dengan pengaruh kuat, Riza kini berstatus buronan internasional, dicari karena dugaan korupsi yang merugikan negara dengan nilai fantastis.
Tantangan Penegakan Hukum
Kasus Riza Chalid menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum Indonesia. Beberapa tantangan yang muncul antara lain:
- Lokasi Persembunyian – Riza disebut berada di luar negeri sehingga membutuhkan kerja sama internasional untuk menangkapnya.
- Jaringan Bisnis Global – Bisnis Riza tersebar di berbagai negara, membuat penyelidikan lebih rumit.
- Pengaruh Politik – Relasi Riza dengan elit politik dikhawatirkan menghambat proses hukum.
Namun, Jaksa Agung menegaskan bahwa kasus ini akan diusut hingga tuntas, meski harus melalui jalur hukum internasional.
Refleksi: Persimpangan Bisnis dan Politik
Profil Riza Chalid menggambarkan persimpangan antara bisnis besar dan politik di Indonesia. Perannya yang begitu dominan di sektor migas memperlihatkan bagaimana pengusaha bisa memengaruhi kebijakan strategis negara.
Namun, di balik pengaruh tersebut, ada risiko besar: penyalahgunaan kewenangan, korupsi, dan kerugian negara yang luar biasa. Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa pengelolaan energi harus transparan, profesional, dan terbebas dari intervensi kepentingan pribadi.
Dari Raja Migas ke Buronan
Riza Chalid adalah contoh nyata transformasi dari pengusaha sukses dengan kekayaan melimpah menjadi buronan internasional karena kasus korupsi. Julukan “Gasoline Godfather” yang dahulu menjadi kebanggaan, kini menjadi ironi dalam perjalanan hidupnya.
Kasus ini menunjukkan bahwa sebesar apa pun pengaruh seseorang, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Publik berharap aparat hukum mampu menangkap Riza Chalid dan mengungkap seluruh jaringan korupsi migas yang melibatkan dirinya.
Bagi Indonesia, skandal ini adalah pelajaran berharga. Pengelolaan energi sebagai sektor vital negara tidak boleh diserahkan pada segelintir orang yang hanya mengejar keuntungan pribadi. Transparansi, integritas, dan keberanian aparat hukum menjadi kunci agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.