Tabuik, Warisan Budaya yang Hidup di Pariaman
UNESCO – Tabuik Pariaman adalah salah satu upacara tradisi paling terkenal dari Kota Pariaman, Sumatra Barat. Tradisi ini digelar setiap tahun pada tanggal 10 Muharram untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husein, dalam peristiwa Karbala.
Masyarakat Pariaman menyambut Tabuik bukan sebagai acara yang penuh duka semata, melainkan sebagai perayaan kebersamaan dan simbol persatuan. Ribuan orang berkumpul di pusat kota, mengikuti rangkaian prosesi yang berlangsung selama beberapa hari dan diakhiri dengan puncak acara di tepi pantai.
Sejarah Panjang Tabuik
Tradisi Tabuik Pariaman diyakini dibawa ke Pariaman oleh pasukan Muslim India Selatan yang bertugas di Sumatra Barat pada masa penjajahan Inggris pada abad ke-19. Mereka memperkenalkan peringatan Asyura dengan cara membuat peti atau keranda simbolik yang disebut tabut untuk mengenang pengusungan jenazah Imam Husein.
Masyarakat Pariaman kemudian mengadopsi tradisi ini, memadukannya dengan kearifan lokal Minangkabau, dan menjadikannya festival rakyat tahunan. Sejak saat itu, Tabuik menjadi identitas budaya Pariaman yang diwariskan turun-temurun.
Bentuk dan Struktur Tabuik
Tabuik Pariaman berbentuk menyerupai menara atau keranda raksasa yang dibuat dari bambu, kertas, dan ornamen warna-warni. Tingginya bisa mencapai belasan meter, dihiasi dengan patung kuda bersayap dan ornamen menyerupai burung buraq.
Pembuatan tabuik melibatkan keahlian khusus dan dilakukan secara gotong-royong. Setiap bagian tabuik dikerjakan oleh kelompok masyarakat tertentu dengan penuh ketelitian.
Rangkaian Prosesi Tabuik
Tabuik Pariaman tidak dilakukan dalam satu hari, tetapi terdiri dari serangkaian prosesi yang berlangsung selama 10 hari di bulan Muharram.
1. Maambiak Tanah
Prosesi awal yang dilakukan dengan mengambil segenggam tanah di lokasi tertentu. Tanah ini dianggap simbol kuburan Imam Husein.
2. Maarak Saroban
Arak-arakan simbol sorban atau peninggalan Imam Husein yang dilakukan dengan suasana khidmat.
3. Maarak Jari-Jari
Prosesi pembuatan kerangka tabuik yang kemudian dirakit menjadi menara megah.
4. Maarak Tabuik Pasa dan Subarang
Tabuik dibangun oleh dua kelompok besar masyarakat: Pasa (Pasar) dan Subarang (seberang sungai). Masing-masing tabuik diarak keliling kota dengan iringan gandang tasa (alat musik perkusi tradisional).
5. Hoyak Tabuik
Prosesi mengangkat dan menggoyang tabuik hingga berguncang, melambangkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.
6. Puncak Tabuik: Pembuangan ke Laut
Hari puncak menjadi momen yang paling dinantikan. Kedua tabuik diarak menuju pantai Gandoriah dan dihanyutkan ke laut. Prosesi ini melambangkan pengembalian roh Imam Husein kepada Tuhan dan penutup masa berkabung.
Makna Filosofi Tabuik
Tabuik Pariaman bukan sekadar festival, tetapi memiliki filosofi mendalam:
- Simbol Perjuangan: mengenang pengorbanan Imam Husein yang gugur membela kebenaran.
- Persatuan: meski ada dua tabuik (Pasa dan Subarang), keduanya bersatu di puncak acara.
- Gotong Royong: masyarakat bekerja sama membangun tabuik, memperkuat solidaritas sosial.
- Keseimbangan antara duka dan syukur: peringatan ini diakhiri dengan perayaan, menandakan harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Tabuik dan Identitas Masyarakat Pariaman
Bagi masyarakat Pariaman, Tabuik Pariaman adalah lambang identitas sekaligus kebanggaan daerah. Perayaan ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua. Bahkan, para perantau Pariaman sering pulang kampung khusus untuk menghadiri Tabuik.
Selain itu, Tabuik menjadi sarana pelestarian seni tradisi, seperti musik gandang tasa, seni pahat, dan keterampilan merangkai hiasan bambu dan kertas.
Tabuik sebagai Daya Tarik Wisata
Tabuik Pariaman kini menjadi salah satu event wisata budaya terbesar di Sumatra Barat. Ribuan wisatawan domestik dan mancanegara datang untuk menyaksikan kemegahan arak-arakan dan puncak pembuangan tabuik di pantai.
Pemerintah Kota Pariaman menjadikan Tabuik sebagai agenda tahunan kalender pariwisata, yang mampu mendorong sektor ekonomi lokal, mulai dari hotel, kuliner, transportasi, hingga kerajinan tangan.
Nilai Sosial dan Kebersamaan
Tabuik Pariaman mengajarkan nilai gotong-royong yang sangat kental. Pembuatan satu tabuik membutuhkan biaya besar dan tenaga banyak orang. Seluruh biaya ditanggung secara swadaya atau melalui iuran masyarakat.
Selain itu, Tabuik memperkuat ikatan sosial. Selama prosesi, tidak ada perbedaan status sosial. Semua orang bekerja sama demi suksesnya acara.
Tantangan Pelestarian Tabuik
Meski tetap meriah, pelestarian Tabuik menghadapi beberapa tantangan:
- Biaya tinggi: pembangunan tabuik raksasa memerlukan dana besar.
- Generasi muda: minat sebagian anak muda mulai bergeser ke hiburan modern.
- Komersialisasi: kekhawatiran bahwa Tabuik hanya dilihat sebagai atraksi wisata, bukan ritual sakral.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah daerah dan komunitas budaya melakukan berbagai inovasi, termasuk promosi digital, dokumentasi film, dan edukasi tentang makna Tabuik di sekolah-sekolah.
Tabuik, Festival Persatuan dan Warisan Nusantara
Tabuik Pariaman adalah lebih dari sekadar perayaan, ia adalah pengingat sejarah, simbol keberanian, dan perekat sosial masyarakat. Tradisi ini mengajarkan nilai solidaritas, penghormatan pada pengorbanan, dan pentingnya menjaga warisan budaya.
Dengan terus dilestarikan, Tabuik akan tetap menjadi kebanggaan Pariaman dan Indonesia, sekaligus ikon budaya yang dapat memperkenalkan kearifan lokal Nusantara ke dunia internasional.